- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Muhammad Zaky Kaditama, Bermula dari Internet
Salah satu sebutan dari Hanoman sang kera sakti adalah Senggana. Diceritakan bahwa Hanoman atau Senggana diminta untuk mendatangi Dewi Sinta yang disekap Rahwana di Alengka, dengan membawa pesan dari Prabu Rama. Dengan membawa amanah ini berangkatlah Hanoman menunaikan tugas. Namun di tengah jalan ia dihadang oleh saudara sepupunya, Anggada. Alasannya, Anggada hendak merebut tugas mulia Hanoman. Ia ingin menggantikan Hanoman untuk mengemban amanah itu. Tentu saja Hanoman menampik dan terjadilah pertempuran antara keduanya. Hanoman pun dapat mengalahkan saudaranya itu dan menempuh tugas sampai bertemu Dewi Sinta.
Sepenggal cuplikan dari kisah ini dibawakan oleh dalang bocah Muhammad Zaky Kaditama, dalam lakon Senggana Duta. Ia masih berumur 10 tahun. Lahir 16 November 2005 di Magelang, Jawa Tengah. Duduk di kelas 4 Sekolah Dasar dan tinggal di Catur Harjo, Taman Martani, Kalasan, Yogyakarta. Sejak Taman Kanak-kanak Zaky sudah menggemari wayang. Pertama kali wayang kulit yang dipegangnya adalah tokoh punakawan, Petruk.
Bapaknya awalnya tidak menyadari kegemaran Zaky bermain wayang. Waktu itu masih sekolah di TK kecil. Setelah ia mengetahui minat anaknya, ia belikan wayang kardus untuk bermain-main. Lama-lama disadari ternyata hobi itu bukan sekedar hobi semata. Zaky tampaknya serius. Dari wayang kardus diganti dengan wayang kulit yang berukuran kecil. Setelah berjalannya waktu, akhirnya dibelikan wayang kulit ukuran sebenarnya.
Siapa yang mendampingi dan mengajari Zaky mendalang? Karena bapaknya tidak mengenal dunia wayang dan pedalangan, dan mulanya menganggapnya sebagai permainan, maka Zaky kecil tidak mengalami pembelajaran atau didikan langsung dari seorang dalang. Berbekal notebook kecil hadiah orang tuanya, ia mengunduh banyak rekaman pentas dalang di youtube dan MP3 yang ada di internet. Dari situ ia belajar sendiri; otodidak. Dengan kemampuan serapan apa adanya sesuai nalar bocah.
“Dia itu seperti kleyang, kabur kanginan,” Kata bapaknya, Sukadi, untuk menggambarkan betapa Zaky seolah-olah mengembara sendiri ketika memasuki khazanah dunia wayang yang dalam pandangan Sukadi itu sangat berat risikonya. “Zaky mendownload banyak rekaman wayang dan MP3. Terus menirukan gaya dalang-dalang, “ tambah Sukadi. Dari pengalamannya itu Zaky menekuni seni pedalangan “diajari” oleh para dalang lewat dunia maya. Gagrag yang dipilihnya adalah gaya Surakarta.
Selanjutnya Zaky bertemu dengan seorang dalang, Ki Parjoko, yang melatihnya selama 4 (empat) bulan. Ibarat sebuah mutiara yang masih di tinggal dasar lautan, akhirnya Zaky “ditemukan” oleh Gandung Jatmiko, pengurus PEPADI Daerah Istimewa Yogyakarta. Persiapan 5 (lima) hari dilakukan dengan latihan untuk tampil di kejuaraan dalang bocah. Anak yang mengidolakan dalang Ki Seno Nugroho dan meraih rangking pertama di sekolahnya ini selanjutnya diikutkan dalam festival dalang bocah tingkat Provinsi DIY. Dengan mengejutkan ia mendapat juara ke-2.
Proses belajar berlanjut, dan ia pun juga sudah menguasai lakon Lahire Gatotkaca, Aji Narantaka, dan Wahyu Makutoromo. Potret seorang anak bernama Zaky ini merupakan potret perjuangan dan kesungguhan. Ia yang mengidolakan tokoh Hanoman, dengan kesadaran bocah, menapaki pedalangan dan wayang dengan kesungguhan, tanpa malu, tanpa harus kehilangan dunianya. Selamat menempuh jagad wayang gus..