Bima Arya: Biasa Tidur di Panggung

Sepintas badannya terlihat terlalu kecil untuk mengangkat Wayang Golek yang berjejer di depannya. Tak dinyana, penampilannya justru berbanding terbalik dengan apa yang tampak di mata. Menjadi penampil pertama Wayang Golek sebagai perwakilan dari Provinsi Jawa Barat tidak memberikan kesan kikuk pada Bima Arya. Siswa kelas 3 SDN Sempur Kaler, Bogor ini mampu memaksa decak kagum para penonton yang memadati pelataran Museum Bank Indonesia, tempat diselenggarakannya Festival Dalang Bocah (FDB) tingkat Nasional 2012. Bima sangat mahir dalam olah sabet dan beberapa teknik gerakan lainnya. Penjiwaan yang dilakukannya tatkala memainkan Wayang sungguh berbanding terbalik dengan usianya. Ia seakan mampu memberikan ruh, bisa mengikuti kemauan Wayang itu sendiri, tidak sekedar menjadi Dalang yang memainkan Wayang. Meski dialog yang ditampilkan sedikit, namun cara membawakannya sudah seperti Dalang dewasa.

Memainkan Wayang Golek bukanlah hal mudah, terlebih lagi ukuran dan beratnya yang cukup jauh jika dibandingkan dengan Wayang Purwa (kulit). Apalagi ukuran tubuh sang Dalang memang masih sangat kecil. Namun demikian, Bima tetap menyajikan beberapa peragaan teknik sabet yang sangat mumpuni untuk bocah seusianya. Pada adegan Dipati Karta sedang menunggang kuda, terlihat Bima terpaksa berdiri demi menghasilkan tontonan yang sempurna sehingga penampilannya terlihat sangat hidup. Kepiawaiannya dalam memainkan adegan Wayang berkuda tersebut sontak membuat pelataran Museum BI bergemuruh akibat tepuk tangan penonton.

Ada juga adegan Tari Buta-buta yang disajikan sangat lucu dan menarik serta hidup. Penonton pun dipaksa kembali bertepuk tangan, namun klai ini tepuk tangan justru keluar ketika ada Wayang yang dimainkannya terpeleset dan jatuh ke depan panggung. Bima Arya diiringi oleh karawitan dewasa sangat kompak dengan dalangnya. Ketika Gatutkaca Gugur  terkena panah Basukarna dan raganya jatuh di kereta Karna Jayaperbangsa,  Arimbi dan Bima menghampiri  dengan penuh kesedihan. Alunan musik dan nyanyian Sinden sangat mendukung adegan  menjadika  ending dari ceritera Jaya Perbangsa sangat mengena.

Perkenalan Bima dengan Wayang terjadi kala Bima masih berusia 3 tahun. Awalnya, ia kerap diajak Sang Ayah, Jajat Sudrajat yang merupakan salah satu Dalang yang cukup terkenaldi Daerah Bogor, Jawa Barat. Tak jarang BIma harus rela begadang dan tidur di panggung untk menemani, menyaksikan, sekaligus belajar lewat penampilan Ayahnya. Meski demikian, niat menjadi Dalang tidak datang atas peksaan orangtuanya. Dengan tegas ia menjawab bahwa niat mendalang adalah kemauannya sendiri, “Bukan karena disuruh Ayah, Saya mau sendiri,” ujarnya. Bahkan saat ditanya mengenai cita-citanya, Bima dengan tegas menjawab kelak ingin menjadi Guru Dalang. Meski demikian, hobi Bima tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak seusianya, bermain Playstation dan internetan.

Syahlan Rasidi yang menjadi Pembina Bima dalam kesempatan kali ini pun turut bercerita perihal kebanggannya terhadap Bima. Menurutnya, Bima merupakan Dalang Bocah terbaik yang dimiliki Jawa Barat saat ini. Hal itu paling tidak dibuktikan oleh keberhasilan Bima menyabet Juara I dalam Pentas Dalang Cilik tingkat Provinsi Jawa Barat. Penampilan Bima dianggap Syahlan mampu membayar kerja keras PEPADI Kota Bogor yang selama ini giat melakukan pembinaan terhadap Dalang-dalang muda di Kota Bogor. Kegiatan pelatihan-pelatihan yang digiatkan Pengurus PEPADI Kota Bogor saat ini memang memiliki keinginan untuk melahirkan lebih banyak lagi Dalang-dalang Bocah seperti Bima. Hal itu dianggap akan sangat membantu proses regenerasi Wayang Golek yang saat ini makin sedikit peminatnya. Kehadiran Bima juga diharapkan dapat menstimuli ocah-bocah lain seusianya untuk ikut aktif dalam kesenian Wayang Golek di Kota Bogor.

AOVI | Marthin Sinaga; Bambang Asmoro

Share Button

Leave a Comment