- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Tri Wiryawan: Bukan Soal Menang Kalah
Walau banyak dari keluarganya yang menyukai seni, namun tak satupun dari mereka yang berprofesi sebagai seniman. Niat untuk menjadi Dalang pun timbul bukan karena menyaksikan penampilan Dalang Kondang, apalagi dorongan dari keluarga. Hanyalah seorang Dalang lokal yang memperkenalkannya dengan Wayang. Tri Wiryawan bahkan lupa siapa nama Dalang tersebut, akan tetapi peristiwa itu justru menjadi titik penting dalam kehidupannya. Itu adalah momen penting yang membuatnya jatuh cinta pada kesenian Wayang.
Peristiwa tersebut terjadi saat ia masih berada di kelas 5 bangku Sekolah Dasar. Kecintaanya terhadap Wayang tersebut sungguh tidak diduga sama sekali oleh keluarganya. Buah hati pasangan Ahmad Zainuri – Eny Purwanti ini selalu mengisi waktunya bermain dengan koleksi Wayang yang terbatas di rumahnya. Wirya, begitu ia akrab disapa, baru berhenti bermain jika Wayangnya rusak karena ia ngotot mempelajari sabet, teknik kesukaannya dalam bermain Wayang. “Kalau Wayangnya udah rusak, baru saya keluar main bola,” paparnya dengan polos.
Orangtua Wirya sangat mendukung niat anaknya untuk menjadi Dalang. Semenjak tahu kalau Wirya jatuh cinta kepada Wayang, orangtuanya berinisiatif untuk membawanya ke Solo, tepatnya ke Padepokan Seni Sorotama asuhan Bapak Mudjiono. Di Solo ia dititipkan pada Kakaknya. Hal itu dianggap sebagai salah satu jalan terbaik untuk mendukung Wirya dalam menimba ilmu yang lebih banyak lagi tentang Wayang. Melalui Padepokan Seni Sorotaman inilah ia terus menggali bakat dan potensinya sebagai Dalang hingga sekarang.
Wirya menyimpan hasrat bisa menguasai teknik sabet seperti Ki Mantheb Sudarsono dan kemampuan suluk seperti Ki Purbo Asmoro, dua Dalang kondang yang jadi idolanya. Namun ia mengaku tidak begitu menyukai dagelan dalam pertunjukannya. “Saya nggak bisa kalo disuruh ndagel dan nggak suka juga. Saya maunya kalau tampil itu bawain yang serius,” jelasnya dengan mimik yang juga serius. Keseriusan memang terpancar jelas melalui jawabannya yang tegas dalam menanggapi obrolan. Hal ini merupakan salah satu bentuk komitmennya terhadap dunia Wayang yang diharapkan bisa terus digeluti sampai akhir hayat. “Saya selalu ingat pesan Ayah saya agar saya menjadi orang sukses, melebihi dirinya,” ujar Wirya.
Ini merupakan kali kedua baginya mengikuti FDB tingkat nasional. Keinginannya untuk tampil dalam FDB kali ini semata ia maknai sebagai ajang untuk bisa mengenal dunia seni secara lebih luas lagi dan bisa bertemu lebih banyak pelaku seni melalui ajang ini. Kemenangan baginya adalah bonus, tujuan utamanya adalah berproses dan srawung. “Menang kalah itu hal biasa dalam pertandingan. Yang penting itu maksimal dalam penampilannya,” ujarnya menutup obrolan. Pernyataan yang cukup bijak dari Bocah yang baru berusia 13 tahun.
● AOVI | Marthin Sinaga