CATATAN Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2017 – Hari Kedua

Festival Dalang Bocah 2017  di Hari ke dua menampilkan 11 peserta dari beberapa daerah dan gagrak atau gaya pakeliran. Empat wayang golek purwa dari Provinsi Banten, Muhammad Armin  menampilkan lakon Cepot Mesantren dan Raden Muhammad Rapi Fathan, menampilkan cerita Jaya Perbangsa, tampil segar karena pentas di awal dan masih dalam suasana pagi hari jan 09.00 WIB sangat menguntungkan karena dapat melakukan latihan dan cek sound dengan leluasa. Perwakilan dari Provinsi banten ini tampil dengan baik dengan iringan gaya Sunda yang meriah.

Selesai Sholat Jumat, tampil peserta perwakilan dari Jawa Tengah (Semarang) Satriya Agung Pambuka, wayang kulit Purwa dengan lakon Kumbakarna Gugur. Lakon ini mustinya agak berat jika dilakonkan oleh anak-anak. Meski demikian Satriya bisa mementaskan dengan baik. Vokalnya yang “Ngagor-agori” karena menginjak usia remaja juga sangat mendukung, meski kadang susah mengendalikan. Secara kempuan Teknis mendalang hampir dikuasainya. Kekurangan sedikit hanya di keprakan, dan ini kekurangan dari kebanyakan dalang bocah bahkan dalang remaja sekalipun banyak yang belum mapan teknik keprakanya.  Ending Kumba Karna Gugur, diselamatkan oleh tembang sinden dan srepeg, sampak Tlutur yang memang pas untuk adegan tersebut. Sehingga dialog pada adegan ini bisa terasa “Nges”.

Dyas Sawal Lukman dari DKI Jakarta, wayang kulit gaya Surakarta dengan lakon Babad Wanamarta, tidak kalah menariknya. Dyas tampil dengan sangat tenang, andalan Dyas adalah sabet, dimana tahun- tahun sebelumnya Dyas juga mendapatkan nominasi di bidang sabet. Saat adegan Bratasena membabati hutan, dilakukan dengan atraktif dan sangat menarik, dengan tanganya yang sangat terampil dan tenang, Dyas menjajikan sabetan yang enak di tonton. Tidak hanya mahir di sabet Dyas juga pandai melawak.

Arif Miftahul Ulum dari Provinsi Lampung menampilkan wayang kulit purwa gaya Yogyakarta dengan Lakon Wisanggeni Krama, tampil berani meski masih banyak yang harus dipelajari terutama masalah titilaras atau kepekaan terhadap nada-nada gamelan.

Ahmad Raisudiddin Izzat dari Kalimantan Selatan Wayang Kulit Banjar menampilkan lakon Pandawa Membangun. Meski baru dipaksa mendalang dalam waktu kurang dari setengah bulan, namun dik Izzat sudah mampu mendalang dengan baik. Wayang Kulit Banjar memang unik, wayang dan gamelanya harus membawa sendiri dari Kalimantan, karena memang berbeda sekali dengan alat musik gamelan jawa.  Izzat selesai pergelaaran menangis karena ingat Kakeknya yang baru saja meningal. kakeknya seorang dalang senior di Kalimantan, dan Izzat sering mengikuti sang Kakek ketika Kakek mendalang. Izzat bertekad meneruskan tradisi Kakeknya sehingga wayang Banjar tidak punah.

Muhammad Zaky Kaditama, dari Yogyakarta menampilkan wayang Golek Menak dengan Lakon Imam Suwongsi Takon Bapa. Zaky yang juga peserta FDB tahun lalu dengan menampilkan wayng kulit purwa, ternyata mampu mendalang wayang golek Menak dengan bagus. Pementasanya sangat terkontrol, menep dan sareh. hanya masih kesulitan memainkan teknik perang di wayang golek. Pada gerak tarian dan solah sudah sangat bagus. karena hanya dalam waktu 20 hari Zaky belajar wayang golek. Zaky bercita-cita menjadi dosen pedalangan. Sukatno dari Taman Budaya Surabaya pembina dari Provinsi Jawa Timur mengatakan, even-even pekan seni pelajar dan Festival Dalang Bocah Tingkat Propinsi juga andil menjaring dalang-dalang muda berbakat. Pemerintah selalu bersinergi dengan masyarakat untuk memajukan kesenian di daerah.

Rama Dwi Wijaya, dari DKI Jakarta dengan menampilkan Wayang Golek Purwa dengan lakon Kalabaka Pejah, juga tampil menarik meski memotong pertunjukan karena lampu merah sudah menyala. Pandangan penonton juga di segarkan oleh pengrawit perempuan cantik yang mahir memainkan Rebab, Mellita seorang mahasiswa S2 dari perguruan tinggi seni di Jawa Barat. Menurutnya wayang bisa lebih maju lagi dengan garap iringan yang sesuai dengan adegan yang dibutuhkan. Mengenai komentar Melita terhadap penambahan alat musik di luar gamelan tradisi, ia setuju saja asal tidak merusak esensi karawitan.

Muhammad Shabic Husny dari Garut Jawa Barat, menampilkan wayang golek Sunda dengan lakon Jabang Tetuka. Shabic belajar mendalang sejak usia 4 tahun dan bercita-cita menjadi Dalang Kondang. Guru pembimbing Shabic mengatakan, perlunya perhatian dari Organisasi Pedalangan di Jawa Barat dan pemerintah agar memperhartikan bibit-bibit Dalang yang muncul di pelosok daerah dan tidak di dominasi oleh orang-orang kota.

Dwi Asfina Wahyu Praja N. peserta dari Ponorogo  Provinsi Jawa Timur menampilkan Wayang Kulit Purwa dengan Lakon Sumatri Ngenger.   Dwi Asfina yang sering dipanggil Praja ini membawa pengrawit lengkap yang semua anak-anak SMP 1 Ponorogo teman sebayanya. Mereka mahir memainkan gamelan dengan sangat terampil. Praja juga memaingkan sabet dengan baik, vokal yang dalam masa pancaroba mengjinjak remaja juga mendukung dilaog terutama untuk suara wayang yang besar. Keprakan Praja juga mapan dibanding dalang bocah peserta FDB 2017 gaya surakarta lainya. Pantas saja karena dia salah satu dari 5 nominator dalang terbaik Festival Dalang Bocah Tahun 2017 Tingkat Provinsi Jawa Timur.

Tegar Yudha Arvi Maulana (Magelang), perwakilan dari Jawa Tengah dengan wayang Purwa gaya Surakarta membawakan Lakon Dewa Ruci. Tegar meski hanya di dampingi dua pengrawit (gender dan Gendang) tapi tampil meyakinkan. Bocah yang m masih SD ini berperawakan kecil ini mampu mengangkat wayang besar-besar seperti tokoh Bratasena dan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala. Tegar memerangkan tokoh tersebut tanpa kesulitan, ditopang dengan keprakan yang mantab menjadikan sabetanya terasa “anteb”.  Menarik di pentas Tegar karena ternyata pengendangnya juga bocah Cilik tetapi kendanganya sangat mantab dan mumpuni. Kendang adalah pamurbo irama dan pengendali baku dalam iringan wayang. Semoga Dalang dan pengendang cilik ini tetap berpasangan sampai besar dan menjadi pasangan berkesenian yang serasi kelak kemudian hari.

Himbauan dari pengamat, untuk peserta hari kedua dalam Festival Dalang Bocah 2017,  sebaiknya semua peserta memiliki kesadaran akan kekuranganya bukan kelebihanya, agar bisa belajar dan memperbaiki kekurangan di tahun mendatang, sehingga mereka akan terus belajar dengan lebih giat lagi dan kemampuanya meningkat dari tahun ke tahun dan kelak menjadi Dalang yang hebat.

Share Button

Leave a Comment