Raden Samiaji Sunarya: Bukan Beban, Melainkan Kebanggaan

Menanyakan alasan minatnya pada wayang, mungkin ibaratnya sama dengan mempertanyakan alasan kita menyukai nasi. Kurang lebih demikian gambaran kedekatan Raden Samiaji Sunarya – dipanggil Aden – dengan wayang golek dan dunia pedalangan. Bocah kelahiran 2 April 1998 di Jelekong, Baleendah, Bandung Selatan ini tumbuh dalam keluarga yang menghidupkan dan hidup dari dunia pedalangan wayang golek. Telah jamak dikenal di jagad pedalangan wayang golek di negeri ini nama kakeknya Ade Kosasih Sunarya dan Asep Sunandar Sunarya. “Mendalang sudah menjadi bagian hidup keluarga. Aden dan juga adiknya mewarisi tradisi ini. Ini lebih dari sekadar minat dan ketertarikan”, ujar sang kakak, Adi Kontea Sunarya, yang mendampingi Aden tampil dalam Festival Dalang Bocah 2009, mementaskan kisah gugurnya Bisma (Bisma Gugur).

Penampilan siswa SD Giriharja II ini telah memberi nuansa lain pada festival dalang bocah kali ini. Para penonton, yang sebagian besar juga anak-anak, terlihat sangat menikmati sajiannya. Dengan lengkingan khas bocah dan bahasa-bahasa ringan yang mudah dipahami para penonton sebayanya, Aden memberi porsi sedikit lebih banyak pada adegan gara-gara. Berkali tepuk tangan menyambut celetukan dan gerakan tokoh-tokoh yang dimainkannya. Kelucuan dalam ungkapan-ungkapan Cepot, gerakan Arjuna yang menunggang kuda, Baratayuda yang menghebohkan hingga lesatan anak panah yang menghujani tubuh sang Bisma, disajikan dengan menarik dan menghibur.

Lebih jauh bisa dikatakan bahwa tak ada kesempatan bagi Aden untuk sedikit saja berkelit dari keakrabannya dengan wayang dan mendalang. Dari generasi ke generasi, nafas keluarganya seolah telah menjadi satu dengan dunia wayang. Sanggar demi sanggar didirikan keluarganya demi memberi wilayah bagi wayang golek tetap hidup dan berkembang. Mempertahankan keberadaan wayang golek telah dipandang sebagai semacam tanggung jawab.

Bagi bocah yang menyukai pelajaran IPA ini, menjadi dalang nyaris seperti keniscayaan. Ini bukan beban, melainkan kebanggaan. Membawa wayang golek sebagai bagian tradisi keluarga telah membuatnya berdiri dengan akar yang kuat. Oleh karena itu, “penampilan Aden dalam festival ini tidak lagi sekadar berpartisipasi sebagai peserta. Yang terpenting adalah bahwa Aden tampil menghadirkan wayang golek dalam festival ini sebagai sebuah wacana dunia pedalangan di Indonesia”, Adi menandaskan. Dan bahwa wayang golek tetap ada telah menjadi kemenangan tersendiri dan sangat berarti bagi Aden. (Grey)

Share Button

Leave a Comment