- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Ki Wahyu Dunung Rahardja: Indonesia Adalah Kebanggaan Kita
Penutupan Festival Dalang Remaja (FDR) 2011 di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta terrasa lengkap berkat penampilan Wahyu Dunung Rahardja dari Kalimantan Timur. Lahir dan besar di Sukoharjo, Wahyu sangat kental dengan budaya Jawa. Terlebih lagi, ia memang terlahir dari keluarga dalang. Tak heran dengan waktu latihan hanya dua minggu, ia mampu menyajikan pertunjukan memukau. Pasca mendapatkan pengumuman dari PEPADI Daerah, Wahyu langsung mulai berlatih dan mendapat dukungan penuh dari keluarga. Sekitar 80% dari tim pengrawit adalah keluarga Wahyu sendiri. Bantuan tersebut membantu dirinya mempersiapkan diri secara maksimal dalam ajang tiga tahunan ini.
Dalam aktifitas kesehariannya, Wahyu kerap diajak orangtua dan keluarga menonton pertunjukan wayang, khususnya jika yang menyajikan pertunjukan itu adalah anggota keluarganya. Pernah pada satu waktu ia tetap dipaksa untuk menyaksikan pertunjukan meski badannya dalam kondisi sakit. Namun demikian, ia mengaku kalau keinginan mendalang memang sudah ada dalam dirinya. Sempat terpikir baginya untuk meninggalkan hiruk pikuk aktifitas wayang saat ia menginjak bangku SMP. Tapi takdir tetaplah takdir, hati kecil dalam dirinya tidak kuasa menolak kehendak untuk menjadi dalang. Alhasil, Wahyu serius menekuni pedalangan hingga saat ini.
Lakon Salya Gugur sengaja dipilihnya karena jarang dimainkan orang. Ia menganggap lakon ini memiliki banyak konflik sehingga cocok untuk ditampilkan dalam pertunjukan festival macam FDR ini. Sebelumnya naskah cerita buatan sang ayah yang dibawakannya berdurasi empat jam. Karena lakon terbatas, ia kemudian meringkasnya sendiri hingga mampu memenuhi kuota satu jam sesuai jatah yang telah ditetapkan panitia. Selain memperpendek durasi, ia juga menunjukan kemampuan mengolah sanggit dengan melakukan improvisasi yang berbeda dengan cerita aslinya.
Pernah hidup di dua daerah dengan kebudayaan dan kebiasaan berbeda, mahasiswa ISI Yogyakarta ini justru mengaku lebih menyukai Bontang, lingkungannya sekarang ketimbang Sukoharjo. Alasannya, masyarakat Bontang justru memiliki antusiasme lebih tinggi terhadap wayang. “Mereka kalau nonton pertunjukan,” kisahnya menuturkan. Hal ini dibenarkan Ragil Wiryawan, salah satu anggota tim pembina yang mendampingi Wahyu saat ditemui pepadi.com di Media Center Pekan Wayang Indonesia.
Perkembangan wayang di Kaltim, khususnya di Pemerintah Kota Bontang, banyak dibantu oleh PT Badak. Perusahaan itu menyediakan tempat bagi karyawannya untuk berkreasi, salah satunya adalah fasilitas pewayangan. Metode tersebut terbukti cukup membuahkan hasil. Bahkan kebijakan perusahaan yang sangat menghargai kebudayaan itu mampu menyatukan berbagai etnis untuk memainkan wayang bersama-sama. Banyak karyawan yang berasal dari suku-suku lain ikut bermain gending atau gamelan sehingga aktifitas pewayangan di sana cukup aktif. Atensi PT Badak dan Pemkot Bontang, Kaltim tersebut diakui sangat menolong terjaganya budaya wayang berkembang di Kaltim. Secara khusus, Wahyu dan Ragil pun mengucapkan terimakasih kepada kedua pihak tersebut atas peran mereka.
Menyikapi perkembangan wayang di generasi seusianya saat ini, Wahyu berpesan, “Suka pada tradisi nggak akan menghambat kita untuk tahu kemajuan zaman,” tegasnya. Menurutnya, jika dibandingkan dengan negara lain kebudayaan Indonesia cenderung tertinggal. Hal itu terjadi karena bangsa lain memberikan apresiasi dan penghormatan terhadap kebudayaannya sehingga kebudayaannya maju dan harga diri negaranya lebih terangkat. “Indonesia adalah kebanggaan kita,” ujarnya penuh bersemangat. “Bangsa yang maju adalah bangsa yang bisa membawa kebanggaan masyarakatnya bagi masyarakat internasional. Maka itu wayang harus kita banggakan,” ujarnya dengan semangat menutup perbincangan seraya melemparkan senyum. (AOVI / thin)