- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Ki Dalam Anom Muridun: Benteng Terakhir Budaya Jawa
Nuansa minimalis dan suara vokal serak diiringi lantunan seruling yang mendayu-dayu membuat aura magis penampilan wayang sasak kian terasa lengkap. Mirip dengan wayang Bali, efek bayangan yang disajikan dalam pertunjukan ini merupakan salah satu kekhasan yang dimiliki wayang sasak yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dilihat dari materinya, yang membedakan wayang sasak dengan gagrag wayang lainnya terletak pada sumber cerita yang digunakan. Jika Wayang Purwa dan Bali mengambil epos Mahabarata dan Ramayana sebagai sumber ceritanya, wayang sasak mengambil cerita dari serat menak, sebuah naskah kuno yang ditulisa dengan bahasa Jawa Kawi di atas daun lontar.
Anom Muridan yang menjadi penampil ke dua dalam Festival Dalang Remaja (FDR) 2011, adalah wakil yang dipilih oleh PEPADI Provinsi NTB untuk mewakilii daerah tersebut dalam ajang FDR 2011. Anom yang berasal dari lingkungan keluarga pedalang mengaku mengikuti ajang ini sebagai bentuk penyaluran hobinya sekaligus sebagai misi untuk menjaga kelestarian budaya bangsa yang sudah diakui keberadaannya oleh dunia internasional. Walau wayang sasak yang asli berasal dari Lombok, NTB menyimpan banyak kekhasan dan berisi akan kearifan lokal yang menjadi pondasi kehidupan bermasyarakat di sana, seni tradisi ini ternyata kurang berkembang karena minimnya dukungan dari berbagai pihak sehingga sedikit orang yang mau menjadi dalang. “Pecinta wayang di NTB cukup banyak, tapi dalangnya sedikit,” ujarnya menjelaskan kondisi wayang dan pedalangan di NTB saat ini.
Anom sendiri melakukan persiapan sekitar tiga bulan untuk mengikuti festival ini. Dukungan dari PEPADI Provinsi membuanya semakin percaya diri dalam pertunjukannya. Kerja kerasnya dalam berlatih pun terbayar, tak satu pun penonton beranjak dari tempat duduknya di Teater Kautaman semenjak Anom beraksi. Wajar jika pertunjukan ini memberi kesan tersendiri bagi penonton. Selain penampilan Anom cukup maksimal, wayang sasak itu sendiri terbilang sangat jarang ditemui dalam pertunjukan wayang belakangan ini. Padahal wayang sasak bukan cuma memiliki keunikan dalam bentuk penyajian maupun jalan cerita saja. Penggunaan bahasa Jawa Kawi dalam pertunjukan wayang sasak menunjukkan bahwa wayang sasak memiliki tingkat orisinalitas yang sangat tinggi ketimbang wayang lainnya.
Paling tidak, demikian yang diutarakan Lalu Prima Wira Putra yang tidak lain adalah pembina Anom. Lalu berujar, “Lombok adalah pertahana terakhir budaya Jawa.” Menurut Wira, begitu ia akrab disapa, budaya Jawa sendiri sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakatnya. Banyak orang Jawa yang tidak lagi peduli dengan budayanya, bahkan melupakan bahasanya. Nah, Lombok yang masih menyajikan wayang berbahasa Jawa Kawi atau Jawa Kuno. Selain itu, Wira mengungkapkan kalau semua naskah-naskah Jawa Kuno ada di Lombok dan masih dipelajari oleh masyarakatnya hingga sekarang. Bahkan suku mayoritas NTB saat adalah suku Sasak yang menurutnya adalah keturunan Jawa dan tetap melestarikan nilai-nilai budaya Jawa sampai sekarang. Dalam ritual adat masyarakat Sasak, budaya Jawa sangat kental terasa dan menjadi pedoman hidup sehari-hari masyarakat Lombok, khususnya suku Sasak. (AOVI / thin)