- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Festival, Dalang, dan Bocah
Dalam bahasa asalnya yaitu Bahasa Latin, kata “festivalis” atau “festivus” memiliki arti sebagai perayaan atau pesta. Sejarah mencatat bahwa istilah “festival” sebagian besar terkait dengan hari perayaan khusus keagamaan, dengan diwarnai oleh kegiatan sosial, pesta makanan, pertunjukan musik atau drama, yang dipusatkan di sebuah lokasi atau tempat. Dalam perkembangan selanjutnya, sebuah festival menampilkan pertemuan atau pameran dari bidang seni rupa, kerajinan, presentasi ide, produk gaya hidup, makanan, dan lain-lain.
Saat ini, sebuah festival memiliki banyak suguhan. Tidak mesti merupakan representasi dari upacara agama ataupun ritual. Bagaimana dengan festival budaya? UNESCO memakai definisi budaya sebagai “khazanah yang sangat kompleks mencakup pengetahuan, agama, seni, moral, hukum, adat istiadat, maupun setiap kemampuan dan kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.”
Salah satu wujud nyata budaya adalah seni. Dalam konteks Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2015, wujud nyata itu tidak lain adalah seni pedalangan itu sendiri. Dalang adalah orang yang memainkan wayang; seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan, yang aeahlian ini bisa diperoleh dari turun-temurun leluhurnya atau tidak sama sekali. Seorang dalang memiliki banyak kemampuan, setidaknya menguasai banyak jenis seni yang terpadu: Seni Widya (filsafat dan pendidikan), Seni Drama (pentas dan musik karawitan), Seni Gatra (pahat dan seni lukis), Seni Ripta (sanggit dan sastra), dan Seni Cipta (konsepsi dan ciptaan-ciptaan baru). Selain itu ia memegang peran sebagai manajer dan pemimpin bagi para pengrawit dan pesindennya.
Yang berminat untuk menjadi dalang bukan hanya orang dewasa, tetapi juga kalangan bocah atau anak-anak. Maka lahirlah generasi “dalang bocah”. Sebagai wakil sebuah generasi yang memilih wayang sebagai media kreasinya, maka seorang dalang bocah mmewakili sebuah identitas dan nilai-nilai wayang sesuai masyarakat setempat. Pengakuan orang terhadap “dalang bocah” ini merupakan kunci utama untuk motivasi. Hal ini pada akhirnya, memberikan dampak positif pada penyiapan lingkungan kreatif yang lebih baik.
Jika dirangkai, maka festival + dalang + bocah merupakan acara budaya seni pedalangan yang dibawakan oleh anak-anak atau bocah. Terdapat beberapa hal penting yang dapat diambil dari fenomena ini:
- Melalui ajang festival setiap orang mendapatkan kesempatan terbuka untuk menyampaikan, menampilkan, mengapresiasi, memahami, dan menyadari tradisi mulia sebuah seni-budaya, dalam hal ini adalah seni wayang dan pedalangan.
- Festival ini telah membuka prospek baru untuk pengakuan seni wayang-pedalangan dan kekayaan budaya di dunia. Ini memperluas kesempatan bagi pertukaran budaya. Dikaitkan dengan teknologi komunikasi dan globalisasi, orang-orang memiliki kesempatan untuk memahami budaya yang bervariasi dari berbagai dunia dan menilai diri mereka sendiri sebagai bagian dalam kerangka mosaik budaya dunia.
- Melalui festival ini dapat mendorong orang terlibat untuk mendedikasikan diri lebih dalam bagi pengembangan dan promosi budaya. Kesenian akan menjadi budaya tersendiri dan semakin kuat karena diajarkan semenjak anak-anak atau bocah, sehingga semakin awal membantu membesarkan budaya dan menjadi kepentingan pembangunan nasional.
- Melalui festival ini turut mempercepat dan membangun demokrasi budaya dalam konteks politik bangsa.
Ke depan, yang harus tetap dilakukan adalah lebih memperjelas definisi dan membuat strategi kebudayaan terkait dengan kegiatan Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional. Sebuah kerjasama erat perlu dijalin untuk memperjelas definisi dan strategi kebudayaan yang meliputi: visi budaya (pengembangan pola dalang bocah), identitas budaya (cakupan makna dan pendidikan dalang bocah), warisan budaya (dalang bocah dalam memahami wayang), globalisasi (tantangan ajaran wayang di era global), multikultur (pesan dan hikmah wayang menurut daerah masing-masing), keragaman budaya (berbagai jenis wayang), dll. Semua itu harus didefinisikan dengan baik dalam Kebijakan Budaya Nasional. Dan PEPADI Pusat dapat memerankan diri sebagai institut di garis depan yang mendefinisikan serta menyusun strategi kebudayaan, khususnya untuk wacana wayang dan dalang bocah.
Terakhir, fetival dalang bocah tentunya diselenggarakan bukan untuk memenuhi hasrat orang tua yang ingin menjadikan anaknya sebagai dalang, tetapi festival dalang bocah adalah lebih pada upaya untuk memahamkan anak sejak dari dini tentang identitas budaya yang dimilikinya. Dalam konteks ini, pendidikan pedalangan kepada anak menjadi lebih penting dan bermakna ketimbang sekadar bangga bahwa wayang telah diakui oleh dunia sebagai budaya luhur. Semoga..
semoga menjadi bakat tersendiri kepada adik2