Dalang Lintas Batas (Dio Maulana Akhirwan)

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Wayang Kulit Purwa yang notabene berasal dari tanah Jawa ternyata memiliki peminat yang berasal dari luar Jawa. Hebatnya lagi, orang tersebut tidak hanya menjadi peminat Wayang semata, melainkan Dalang, tokoh sentral dalam pertunjukkan Wayang. Festival Dalang Bocah Nasional yang sudah digelar PEPADI untuk ketiga kalinya pada tahun ini menunjukkan bahwa hal tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil terjadi. Salah satu peserta perwakilan DKI Jakarta ternyata sama sekali tidak memiliki darah keturunan Jawa. Ia berasal dari tanah Andalas.

Dio Maulana Akhirwan, menjadi salah satu keunikan tersendiri dalam ajang FDBN 2011 yang digelar di Museum BI 21-23 Juli 2011 lalu. Selain pertunjukkannya yang terbilang cukup baik, Dio ternyata merupakan seorang anak keturunan Sumatera Barat 100%. Baik Ayahnya, Eddy Akhirwan, maupun Ibu Ariyanti, mengalir darah kental suku Minangkabau dalam diri mereka. Entah kenapa buah hati mereka yang kecilnya justru takut pada Wayang itu, berbalik menjadi suka dengan Wayang. Namun demikian, sebagai orangtua yang baik, pasangan ini mendukung minat Dio dan tak memberikan larangan pada anaknya untuk memainkan Kesenian yang bukan berasal dari tanah kelahiran mereka tersebut. Ini bahkan merupakan kali kedua penampilannya dalam ajang serupa. Sebelumnya Anak Minang yang mengagumi sabetan Ki Mantheb ini, pernah tampil dalam ajang serupa pada FDBN I, 2008 lalu.

Tampil dengan gaya Surakarta, Dio memainkan Lakon Gondomono Thundung yang berkisah tentang pertarungan meraih tahta dan kekuasaan. Alkisah, hiduplah adik ipar Adipati Destarata bernama, Suman. Ia adalah abdi baru Raja Pandhudewanata yang tidak puas dengan jabatannya tersebut. Suman menginginkan jabatan yang lebih, menjadi Patih. Sementara posisi incarannya itu diduduki oleh Gondomono yang selain terkenal dengan kesaktiannya, juga dikenal sebagai Patih yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Suman pun menyusun strategi demi mewujudkan ambisinya mengambil alih posisi Patih. Ia mengadu domba dua Negara yakni Pringgodani yang dipimpin Raja Temboko dan Astina yang dipimpin oleh Raja Pandu yang sebelumnya terjalin hubungan yang baik diantara keduanya. Alhasil, pertempuran antara dua Negara sahabat itu pun pecah. Pertempuran sengit itu menyebabkan Gondomono harus rela lengser keprabon, menyerahkan jabatan Patih dan diusir dari Kerajaan Astina.

Penampilan bocah yang mengidolakan tokoh Semar sebagai tokoh favoritnya dalam Pewayangan ini ternyata menunjukkan kebolehan yang tidak kalah hebat dari penampilan yang disajikan para Dalang Bocah lainnya. Mengomentari hobi anaknya yang sedikit menyimpang dari kebiasaan keluarga itu, Sang Bunda, Ariyanti yang akrab disapa Yanti ini, mengaku sempat merasa aneh atas hobi anaknya ini. Pasalnya, sewatu kecil Dio sangat takut kalau melihat Wayang. “Tetangga kami ada yang punya koleksi Wayang dan setiap kali saya ajak dia ke sana, dia selalu sembunyi di belakang saya karena takut ngeliatnya,” kenangnya. Namun siapa duga kalau rasa takut itu justru mengusik rasa penasaran Dio yang menuntunnya menjadi Dalang Bocah. Dibawah asuhan pelatih H. Margono di Sanggar Saeko Budoyo pimpinan Toto Sumarwoto, Dio kian giat menumpahkan rasa penasarannya terhadap Wayang sebagai Dalang Bocah.

Kesukaannya terhadap Wayang juga banyak membawa pengaruh positif bagi bocah kelahiran Jakarta, 14 November 1997 ini. Semenjak bersentuhan dengan dunia Wayang, Dio mulai gemar membaca Sastra. Prestasinya di sekolah pun terbilang cukup baik dan stabil, terbukti ia masih bisa meraih rangking dua di Kelas VII, SMP Negeri 109, Jakarta Timur, meski aktivitas mendalangnya cukup padat.

thin

Share Button

Leave a Comment