Branjang Pamadi: Dalang Antagonis

branjang-1

Saat tampil di bawah blencong dan di depan kelir, Branjang Pamadi membawakan lakon Kangsa Lena tanpa beban. Tuturnya lancar, suaranya lantang, dengan menguasai perwatakan karakter wayang. Layaknya seorang dalang senior, ia membawakannya dengan tanpa teks naskah.

Ia masih berumur 11 tahun dan duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. “Waktu masih kecil anak ini sudah saya ajak menemani ndalang kemana-mana. Juga sering mengikuti, menemani bapak saya dan ikut ngladeni,” cerita Dandun Hadi Witono, sang ayah. Branjang memang sejak lahir hidup dalam suasana dalang dan wayang. Bapaknya dalang dan kakeknya, Mas Penewu Cermo Sutejo, yang tidak lain juga merupakan salah satu dalang sepuh Jogjakarta. Ibunya juga seorang dalang, bernama Titik Samiarsih.

Pada Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2015 ini, Branjang baru turut serta untuk pertama kalinya. Meski begitu berbagai prestasi hasil kejuaraan dan lomba dalang bocah tingkat kota dan provinsi pernah diraih; sebagian besar menyabet gelar pertama. Ia mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta. “Waktu kelas 3 SD anak ini sudah pernah tampil selama 3 jam pakeliran, sudah ditanggap orang,” cerita bapaknya.

Ada keunikan pada dalang bocah Branjang. Jika banyak dalang memilih tokoh wayang idolanya adalah tokoh utama atau tokoh yang membawakan misi kebenaran dan kebaikan (protagonis), lain dengan Branjang. Ia memilih tokoh lawan (antagonis) sebagai idolanya seperti buto (raksasa), cakil, para raja lalim seperti Prabu Kangsa dan yang lainnya. “Sejak awal saya memperhatikan watak dan karakter anak saya. Ketika memainkan tokoh-tokoh antagonis dia begitu menjiwai dan pas. Meskipun dengan tokoh-tokoh lain tetap bisa,” kata Dandun Hadi Witono. “Itu tampak pada beberapa lakon yang dia mainkan, begitu bagus saat membawakan karakter-karakter antagonis itu,” lanjutnya.

Beberapa lakon pagelaran yang sudah dihapal baik oleh Branjang adalah: Kangsa Adu Jago, Senggono Cipto, Brojomusti Mbalelo, dan Gatotkaca Lahir. Sedangkan lakon favorit yang dibawakannya adalah Kangsa Lena atau Kangsa Adu Jago. Kisah ini menceritakan tentang seorang Raja Sengkapura, Prabu Kangsa yang merasa gundah dan resah karena memikirkan putra-putri Prabu Basudewa yaitu Kakrasana, Narayana, dan Lara Ireng. Ketiga putra Mandura itu dianggap sebagai musuh yang membahayakan dan harus dibunuh.

Dengan dalih adu manungso atau duel antarjagoan, Prabu Kangsa minta pada Prabu Basudewo, yang juga ayah tirinya, untuk memenuhi keinginannya. Meski sesungguhnya niat utamanya adalah untuk mencari dan menghabisi putra-putri Mandura tersebut. Pada saat laga itu digelar, jago tanding dari kerajaan Sengkapuro yaitu Suratimantra kalah dan tewas di gelanggang. Pada saat itulah Prabu Kangsa melihat ketiga putra-putri Mandura. Sang raja berhasil meringkus Kakrasana dan Narayana. Namun pada akhirnya Prabu Kangsa tewas oleh senjata cakra milik Narayana dan nenggala milik Kakrasana.

branjang-2Dalang favorit Branjang ada dua orang. Untuk gaya atau gagrag Jogja dia memilih kakeknya sendiri, Mas Penewu Cermo Sutejo. Sementara untuk gagrag Surakarta ia memilih Ki Sudirman, dalang dari Sragen. Ketika ditanya mengapa memilih keduanya, Branjang menjawab, “Karena wayangnya bisa urip.

Perjalanan seorang dalang bocah Branjang Pamadi masih sangat panjang. Tetapi dengat spirit yang telah dijalani sejak muda, ia akan berperan sebagai salah satu generasi penerus wayang, generasi pelestari seni pedalangan, seperti yang senantiasa dipesankan oleh sang bapaknya sendiri, untuk mengawal wayang yang tidak akan pernah punah sampai kapan pun. Selamat berjuang.

Share Button

Leave a Comment