- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Wahyu Pamungkas: Banyumasan Makin Rame Makin Asik
Vokalnya menggelegar seperti orang dewasa. Saat melihat pertunjukannya, tak mengira jika sang Dalang baru berusia 13 tahun. Mulai dari vokal sampai tampilannya, sudah menyerupai penampilan Dalang dewasa. Membawakan Babad Alas Mertani (Wana Marta), Wahyu menampilkan pertunjukan yang cukup memikat. Teknik sabet yang diperagakan juga cukup rapih. Tak heran riuh tepuk tangan penonton beberapa kali terdengar mengganjar penampilan Wahyu.
Wahyu seakan paham betul bagaimana mengendalikan panggung. Ia mampu menjaga keseimbangan ritme antara musik dan gerak lewat Wayang di genggamannya. Badan bongsor Wahyu menjadi salah satu berkah yang membuatnya tidak kesulitan untuk mempraktekkan berbagai teknik yang biasa dibawakan Dalang dewasa. Pilihannya membawakan gagrag Banyumasan yang terkenal energik terbukti menjadi padanan nan memikat pada malam perdana Festival Dalang Bocah 2015.
Kelebihan Wahyu tak terbatas dalam memainkan gagrag Banyumasan saja, bocah kelahiran Maos, 2 Oktober 2002 ini juga mampu membawakan gagrag Solo. Terbukti saat ditantang Mas Irwan Riyadi yang menjadi pembawa acara FDB 2015 untuk membawakan Suluk gaya Solo, Wahyu tak mengalami kesulitan sedikitpun.
Selain karena berasal dari Banyumas asli, bocah kelas enam Sekolah Dasar ini mengaku jika gagrag Banyumas memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. “Banyumasan lebih rame, Mas,” tandasnya saat ditanya mengenai alasan kenapa lebih memilih gagrag Banyumas ketimbang Solo. Wahyu merasa bangga dengan gagrag Banyumas yang membesarkannya.
Saat ditanya dari mana keinginan mendalang muncul, Wahyu mengaku keinginan itu muncuk sejak kali melihat pementasan Wayang di sekitar rumahnya. Semenjak itu, Wahyu terus bermimpi menjadi Dalang. Wahyu selalu meminta apa saja yang berhubungan dengan Wayang kepada orangtuanya. Ayah Wahyu sendiri tidak pernah mengarahkan Wahyu untuk menjadi Dalang. Pun demikian, sang ayah mengaku senang dengan pilihan anaknya.
Banyumas sendiri merupakan daerah yang memiliki tingkat antusiasme tinggi terhadap Wayang. Sumardiko menilai hal ini terjadi lantaran ikatan antar komunitas, sanggar, dan tokoh-tokoh Pedalangan dan Karawitan di Banyumas cukup erat. “Meski terdiri dari beberapa Kabupaten, namun keinginan untuk saling mendukung di antara penggiat Wayang di Banyumas sangat tinggi,” kata Drs. Sumardiko HS, MSi,. “Dalam satu malam itu bisa sampai lima pertunjukan Wayang di Banyumas.”
Masih menurut Sumardiko, sang pendamping yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh Karawitan ternama asal Banyumas, gagrag Banyumasan memiliki kekhasan dibanding dengan gagrag lainnya. “Ada empat pembeda utama gagrag Banyumas dengan lainnya yang terletak pada: janturan (dialog yang digunakan Dalang dalam menggambarkan sebuah adegan), sulukan (nyanyian yang dibawakan Dalang untuk mengiringi sebuah adegan), karawitan (musik pengiring pertunjukan), dan tokoh Wayang yang digunakan,” papar Sumardiko.
Gagrag Banyumas juga sudah mulai banyak diikuti oleh beberapa Dalang yang biasa menggunakan gagrag Solo. “Termasuk Pak Mantheb (Sudharsono) sendiri sekarang sudah sering pakai Banyumasan,” tambah Sumardiko.
Sumardiko bernggapan, salah satu pemantik antusiasme Wayang di Banyumas dikarenakan ongkos nanggap (mengadakan pementasan) Wayang di Banyumas tak sebesar di Solo atau Jogja. “Kalau di Solo sekali nanggap 15 juta ke atas, di Banyumas bisa 15 juta ke bawah,” terangnya. Selain itu, Banyumasan sendiri cukup kaya dengan gaya mendalang sehingga masyarakat punya banyak pilihan. | Marthin Sinaga