- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Tri Wiryawan : kejarlah ilmu hingga ke Surakarta
Besar harapan Zainuri, seorang anggota polisi di Pontianak, agar salah satu anaknya dapat melanjutkan tradisi yang dicintainya, tradisi mendalang. Meski dia sendiri bukan dari keluarga dalang, Zainuri memiliki kecintaan tersendiri terhadap wayang dan karawitan Jawa. Bak gayung bersambut, Wirya, si bungsu ternyata juga meminati dunia yang telah lama diangankan ayahnya.
Wirya, atau lengkapnya Tri Wiryawan, akhirnya melintas samudra, menuju Pulau Jawa, tepatnya Surakarta. Selain untuk melanjutkan pendidikan formalnya, Wirya juga memendam keinginan kuat untuk mewujudkan angan-angan ayahnya, yang seiring waktu juga menjadi angan-angannya. Dia menampik bahwa keputusannya belajar mendalang adalah semata-mata hanya karena keinginan atau pun paksaan ayahnya. Ayahnya hanya menunjukkannya jalan, yang kemudian disadarinya, itu adalah hal yang diinginkannya. ‘Awalnya saya hanya melihat beberapa CD pementasan wayang, dan melihat ayah bersama tetangga-tetangga bermain karawitan,’ tuturnya seraya mengenang kembali bagaimana awalnya ia berkenalan dengan pementasan wayang.
Kehadiran Wirya tidak saja menjadi angin segar bagi keluarganya, tetapi juga pihak PEPADI Kalimantan Barat. Slamet Rahardjo, ketua PEPADI Kalimantan Barat mengakui bahwa semenjak pertama kali Festival Dalang Bocah ini dihelat secara nasional, PEPADI Kalimantan Barat belum mampu menjawab undangan PEPADI Pusat untuk mengirimkan cikal bakal dalang bocah dari wailayahnya. Bukan semata-mata hanya keikutsertaan dalam festival yang sempat menjadi kegelisahan, namun, lebih jauh lagi, tentang keberlangsungan sebuah tradisi.
Wirya pun dibimbing dalam asuhan tangan dingin Pak Mujiono, pemilik sanggar Sarotama, Surakarta. Setahun berlatih, Wirya menerima tantangan pertamanya. Bukan main-main, yang harus dihadapinya adalah 21 dalang bocah se-Nusantara, dalam Festival Dalang Bocah tingkat nasional. ‘Tidak sebatas untuk mengejar kemenangan, namun, ini sebuah kesempatan berharga bagi Wirya untuk berani untuk menampilkan apa yang telah dipelajarinya sejauh ini,’ Zainuri menjelaskan. Zainuri sepenuhnya memahami, menjaga tradisi yang dibawanya dari tanah Jawa, dan untuk dipertahankan di negeri rantau bukanlah proses yang mudah. Di lingkungan tempat tinggalnya pun Zainuri berusaha membangun lingkungan yang lekat dengan dunia kesenian Jawa.Selain dengan memberi kesempatan bagi Wirya untuk belajar mendalang, Zainuri juga mencicil membeli gamelan satu per satu dan juga wayang. Dia berharap nantinya lingkungan ini akan berkembang lebih mapan dan kelak, Wirya dapat melanjutkannya ketika ia telah dewasa.
Berbagi mengenai dalang dewasa yang disukainya, Wirya dengan terus terang menyampaikan rasa kagumnya pada penampilan Ki Manteb Sudarsono. Meski dia lebih menyukai suluk Ki Anom Suroto,menurutnya secara keseluruhan Ki Manteb mementaskan wayang dengan rapi dan halus. Tidak saja kagum dengan dalang dewasa, diam-diam Wirya juga sangat mengagumi ‘kakak kelas’nya di Sanggar Sarotama, Magistra Yoga, yang telah berhasil menjuarai Festival Dalang Bocah 2010. ‘Mas Yoga tuh suaranya bisa sangat tinggi dan prestasinya sebagai dalang bocah juga sudah mendunia’, ujarnya.
Berbicara tentang cita-citanya, Wirya ingin belajar lebih jauh tentang mendalang dan berharap nantinya bisa menimba ilmu di Institut Seni Indonesia – Surakarta. Baginya, apapun pekerjaan yang nantinya akan digelutinya, yang pasti dia harus bisa mendalang. Untuk itu, dia mampu tetap bertahan di Surakarta demi cita-citanya, meski harus tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya.