M.Akbar Shah Alam: Hendaknya kita tidak mudah menyerah dalam meguru

Berbekal dengan prestasinya di tingkat provinsi, yakni sebagai salah satu dari 5 penyaji terbaik dalam Festival Dalang Bocah se-Jawa Timur 2010, M. Akbar Syah Alam melangkah dengan percaya diri ke perhelatan dalang bocah yang lebih besar, Festival Dalang Bocah Nasional III 2011. Festival ini adalah ajang tingkat nasional pertama yang berhasil dilakoni dalang belia asal Kabupaten Nganjuk ini.

Penampilan siswa kelas 5 SD Nggunung Nganjuk ini cukup menyedot perhatian penonton.  Meski menghadapi hambatan karena matinya listrik di tengah-tengah berjalannya pementasan, penonton tetap sabar menunggunya melanjutkan bercerita. Akbar pun memilih untuk menunggu sampai listrik menyala kembali, seolah dia ingin pesannya tetap tersampaikan utuh.

Keberaniannya menyajikan lakon Dewaruci(Meguru) yang dianggap sebagai sebuah lakon dewasa mengundang rasa kagum sekaligus penasaran.Bahkan,usai pementasannya, beberapa penonton menyambutnya dan memberinya selamat. Menjawab penasaran beberapa penonton, Akbar menjelaskan,‘Saya memetik pelajaran bagaimana Bratasena menjalani prosesnya meguru(berguru,mencari ilmu). Ini sebuah kisah yang baik bagi anak-anak, agar tidak mudah menyerah dalam mencari ilmu, atau meguru.Karena, seperti yang dijalani Bratasena, meguru itu tidaklah gampang.’

Wrekudara sendiri adalah tokoh wayang favoritnya, dan kisah Dewaruci adalah salah satu kisah penting mengenai kehidupan tokoh idolanya tersebut.Akbar menuturkan, kisah Dewaruci adalah kisah pencarian Bratasena dalam menemukan Tuhannya. Meski begitu banyak pihak yang menghalangi niatnya, Bratasena tidak pernah kehilangan keyakinan untuk mencapai tujuannya, yakni menemukan Sang Ruci.Bagian penting dalam kisah ini, menurut Akbar, adalah saat Bratasena akhirnay berjumpa Dewa Ruci, yang tidak lain adalah Tuhannya. Pada perjumpaan ini, Bratasena yang tak pernah kenal takut dan mau menyembah di hadapan siapapun, akhirnya bersedia berlutut dan menyerahkan diri sepenuuhnya kepada Dewa Ruci. Perjalanan ini pun membuat tengara pembeda yang jelas dalam diri Bratasena, yaitu dengan digelungnya rambut ikal panjangnya.

Lalu bagaimana sebenarnya Akbar berkenalan dengan dunia pedalangan?Semua berawal dari keinginannya meniru kakaknya, Badar Alam, yang juga bergiat pada dunia pedalangan. Di keluarganya sendiri tidak ada darah dalang. Kedua orang tuanya adalah Pegawai Negeri Sipil yang berdinas di Nganjuk. Meski berawal dari keinginan meniru minat kakaknya, seiring dengan proses berlatih yang terus menerus, Akbar menemukan bahwa dunia mendalang memang hal yang diinginkannya. Secara khusus Akbar belajar dengan Ki Darmono, yang banyak memberinya arahan mengenai teknik dalang yang baik. Dalang yang hingga saat ini paling disukainya adalah Ki Sukron Suwondo, terlebih dalam hal antawacananya.

Biacara mengenai tantangan belajar mendalang, bagi Akbar kesulitan terbesar adalah menyelaraskan suara dengan gamelan dan menyuarakan suluk dengan benar. Dia mengaku sempat kesulitan dengan tingginya laras gamelan yang dipakai dalam festival kali ini.

Kendati dia hanya berlatih dua minggu, dan hanya berkesempatan melakukan sekali latihan dengan para pengiring karawitannya, Akbar tetap yakin dia mampu tampil dengan baik dalam festival.Hal ini karena kemampuan mendalangnya sendiri sudah dibangunnya secara jangka panjang, sehingga persiapan ikut festival yang singkat tidaklah menjadi kendala yang berarti.

Menyinggung tentang cita-citanya, seperti keteguhan Wrekudara dalam mencari Tuhannya, demikian pula tekad Akbar untuk tetap memupuk keterampilannya mendalang.Sambil menyunggingkan senyum santunnya,Akbar pelan berucap,’Saya berharap tetap menjadi dalang nanti jika sudah besar.’

Share Button

Leave a Comment