Lalu Anom Wire Jagat: Senandung Lirih Wayang Sasak

Wayang Sasak
Salah satu adegan pertunjukan Wayang Sasak

Nyanyian pembuka yang dibawakan sungguh membangunkan bulu kuduk. Meski telinga tak mampu mendengar dengan jelas apa yang dikatakan karena persoalan bahasa, namun lirih iramanya sungguh menyayat. Beberapa bahkan menganggap iramanya bernuansa mistis.

Lalu Anom Wire Jagat merupakan satu-satunya penampil Wayang Sasak asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sebagaimana biasanya penampilan Wayang Sasak, Jagat, sapaan akrabnya, memainkan lakon Negare Mangade pun dengan sangat sederhana. Namun di balik kesederhanaannya inilah Jagat mampu mencuri perhatian penonton yang memadati Museum Wayang, kawasan Kota Tua, Jakarta.

Jagat mempelajari Wayang secara otodidak. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah khusus untuk menjadi seorang Dalang. Adalah Sang Kakek yang berprofesi sebagai pedalang. Sempat terputus satu generasi, Jagat kemudian melanjutkan profesi Kakeknya. Lalu Abdul Rahim, Ayahanda dari Jagat, mengaku sempat tidak ingin meneruskan profesi Ayahnya. Namun setelah melihat bakat Jagat dalam mendalang, Abdul Rahim tak berpikir panjang untuk mewarisi segala yang diketahuinya soal Wayang Sasak kepada Jagat.

Teman-teman Jagat sendiri cukup banyak yang menyukai Wayang namun hanya dirinya yang menjadi Dalang. Pun demikian, Jagat tidak pernah merasa berbeda dengan teman sebayanya. Bocah yang menyukai berbagai permainan tradisional ini sangat senang bermain kethek –sebuah permainan tradisional memukul kayu–bersama teman-temannya. Bocah yang belajar mendalang sejak kelas 2 Sekolah Dasar ini kerap menyelipkan cerita Jayengrana (tokoh utama Wayang Sasak).

Sekilas Wayang Sasak mirip dengan Wayang Bali. Keduanya sama-sama menghadap ke luar. Penonton hanya melihat bayangan dari Wayang yang terpantul lewat kelir (layar). Hal ini menjadi salah satu pakem dalam Wayang Sasak di mana Wayang itu sendiri adalah bayangan. Sehingga bayangan dari Wayang itulah yang dipertontonkan.

Lalu Anom Wire Jagat beraksi saat Pembukaan FDB 2015
Lalu Anom Wire Jagat beraksi saat Pembukaan FDB 2015

Perbedaan utama antara Wayang Sasak dengan Wayang Bali dan Wayang Kulit Purwa dari Jawa terletak pada kitab Babon yang digunakan. Jika jalan cerita Wayang Kulit Purwa berasal dari gubahan kitab Mahabaratha dan Ramayana, isi cerita Wayang Sasak berasal dari Serat Menak. Tokoh yang digunakan dalam berbagai lakonnya banyak mengambil dari tokoh-tokoh lokal dan disampaikan dengan bahasa lokal.

Pada intinya, Serat Menak yang menjadi inti cerita dari Wayang Sasak juga menceritakan pertempuran antara nilai-nilai kebenaran dan kebathilan. Serat Menak sangat terkait dengan kisah-kisah perjuangan dari para Rasul dan Nabi dalam Islam sehingga banyak memengaruhi kehidupan masyarakat Lombok, khususnya suku Sasak.

Lalu Abdul Rahim menyayangkan adanya kelompok yang mengatasnamakan agama sebagai dalil untuk menentang Wayang. Menurutnya, gerakan semacam itu sarat dengan muatan politik. “Kelompok seperti itu bukan hanya memecah belah, tapi juga menghancurkan peradaban manusia,” ujarnya. “Wayang justru mengajarkan nilai-nilai yang santun. Kalau saja dulu metode dakwah menggunakan cara-cara radikal seperti banyak sekarang ini, mungkin si Lombok itu tidak akan ada yang mau mengikuti.” Alasan tersebut diperkuat dengan argumen bahwa Wayang menjadi media yang digunakan untuk menyebarkan agama.

Penyebaran Islam sendiri banyak menggunakan Wayang sebagai media, tak terkecuali di Lombok, khususnya bagi suku Sasak. Konon, hiduplah seseorang bernama Amir Hamzah yang menyebarkan ajaran agama Islam. Kegagahan dan keperwiraannya kemudian digubah menjadi sebuah cerita yang dikenal dengan Hikayat Amir Hamzah. Hikayat Amir Hamzah kemudian digubah dalam bahasa Jawa menjadi Serat Menak. Dari sinilah kemudian Wayang Menak berkembang. bermula dari Jawa, Wayang Menak kemudian mengalami akulturasi dengan masyarakat suku Sasak yang kemudian berubah menjadi Wayang Sasak. | Marthin Sinaga

Share Button

COMMENTS

Leave a Comment