Ki Sudaryanto: Indonesia Itu Gudangnya Seni

Pementas hari ke-2 Festival Dalang Remaja (FDR) 2011, Ki Sudaryanto tampil dengan lakon “Sumantri Ngenger” di Gedung Pewayangan Kautaman TMII, Jakarta (20/10). Dengan menggunakan gagrag Surakarta, Daryanto atau Dar, demikian panggilannya, mewakili Pepadi Propinsi Bengkulu. Ia mengaku, ini penampilan pertamanya di ajang kompetisi tingkat nasional, namun itu tidak menyurutkan langkahnya untuk tampil ciamik.

Di depan para juri, remaja kelahiran Sidoluhur, Bengkulu, 8 Februari 1988 ini memberikan performa terbaiknya. Dar sempat menitikkan airmata saat-saat terakhir menutup lakonnya. Bukan sekedar karena tuntutan lakon, namun juga karena seluruh aura yang tercipta dalam Teater Kautaman tempat ia menggelar pentasnya. “Wayang tidak akan pernah punah, selama dikemas dalam cerita yang menarik dan punya kaitan dengan situasi hari ini,” ujar Dar ditemui di belakang panggung.

Bagi mahasiswa ISI Surakarta jurusan pedalangan ini, wayang selalu lekat dalam sanubari dan jiwa masyarakat Indonesia. Selain karena memang peninggalan budaya, peran institusi pendidikan semacam SMKI dan ISI bisa menjadi pijakan betapa bentuk kecintaan masyarakat atas wayang masih cukup tinggi. Dar tak bisa menolak kecenderungan anak muda menyoal kebudayaan global. Di Bengkulu sendiri, lanjutnya, peremajaan profesi dalang masih cukup minim. Dar bahkan mencatat, justru beberapa orang tua yang sudah sepuh yang masih berkeinginan untuk belajar mendalang. Tapi ia yakin, wayang akan selalu eksis selama masyarakat Indonesia masih ada.

Keyakinannya bukan tanpa alasan. Beberapa dalang memang telah menggelar pentas hingga skala internasional. Demikian juga animo masyarakat internasional akan wayang terbilang cukup tinggi. Dari sinilah, Dar berharap Pemerintah RI punya niat yang lebih besar untuk mewadahi wayang dan bentuk-bentuk kesenian di nusantara. “Indonesia itu gudangnya seni. Seniman seabreg-abreg di sini. Kalau pemerintah mau lebih arif, harusnya ini bisa jadi modal utama untuk mengangkat diri di tengah-tengah globalisasi. Perbanyak festival atau event-event yang bisa mengangkat kreatifitas, sekaligus mempertemukan seniman dan penontonnya,” tutur remaja yang sudah menginjak semester sebelas ini.

Tentang pementasan pertama di tingkat nasional ini, Dar mengaku menjalaninya dengan tekad yang bulat. Ia punya hasrat besar tentang profesi dalang yang dijalaninya ini. Dar berharap, ke depan ia akan bisa semakin memperbanyak jam terbangnya dalam ajang kompetisi semacam ini. “Selain mengasah teknik, kompetisi bisa mendorong saya untuk mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik yang saya miliki.” (AOVI / PJD)

Share Button

Leave a Comment