Gelegar Suara I Made Gede Wira Bhuana Putra Menembus Batas Kota

Menjadi satu-satunya penampil Wayang Bali dalam ajang Festival Dalang Bocah Nasional (FDBN) 2011 ini, Wira tidak merasa grogi. Penampilannya justru memberi kesan tersendiri bagi para penonton yang setia memadati pelataran Museum Bank Indonesia meski hari telah menginjak senja. Wayang Bali sendiri memang terkenal memiliki keunikan tersendiri dikarenakan tampilannya yang relatif berbeda dengan Wayang Purwa yang lebih dikenal masyarakat umum. Efek bayangan yang menjadi kekuatannya, mampu dimainkan dengan lugas oleh Wira. Hal itu didukung oleh teknik olah vokalnya yang terbilang mumpuni untuk bocah seusianya.

Gelegar suara Wira memang sudah menyerupai Dalang dewasa, sehingga kesan mistik namun eksotik khas Bali, mampu diperagakannya dengan baik. Keistimewaan lain dari perwakilan Bali ini adalah, para pengrawit yang mendampingi Wira seluruhnya masih bocah. Hanya I Gede Anom Ranuara yang merupakan Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) kota Denpasar sekaligus menjadi pembina Wira, menjadi satu-satunya orang dewasa yang menyertai rombongan Pulau Dewata tersebut.

Bocah bernama lengkap I Made Gede Wira Bhuana Putra ini merupakan bocah terpilih yang diikutkan dalam ajang FDBN 2011 oleh I Gede. Meski kurang mendapat dukungan dari PEPADI Daerah Bali, sang pembina tetap yakin muridnya mampu mengikuti ajang ini. Bukan tanpa alasan bocah berbadan besar ini dipilih untuk mewakili Denpasar, yang menjadi satu-satunya wakil dari Daerah Bali. Menurut I Gede Anom yang juga berprofesi sebagai Dalang sekaligus Dosen di Bali, Wayan memiliki keunggulan dalam penguasaan alur cerita dan kemampuan olah vokal sangat baik. Hal tersebut menurutnya merupakan dasar utama dari Wayang Bali, dimana tidak semua Dalang cilik memiliki kemampuan cukup dalam bidang teknis tersebut. Bocah yang sedang menanti masa-masa pertamanya memasuki SMA ini juga lihai dalam memeragakan teknik petikesan –dalam Wayang Purwa dikenal dengan istilah sabet. Hal itu paling tidak terlihat dari reaksi penonton yang berulang kali memberikan tepuk tangan merespon aksinya.

Wira memainkan Lakon Sisya. Alkisah, terdapat sebuah perguruan yang dipimpin oleh Bhagawan Sukra. Ia memiliki seorang putri nan cantik jelita yang sering menjadi buah bibir orang banyak bernama, Dewi yani. Bhagawan Sukra cukup terkenal karena memiliki Amerta Sanjiwani, sebuah mantra yang banyak diburu khalayak banyak karena kesaktiannya yang terkenal. Saking saktinya, para Dewa dan Raksasa juga berminat menguasai mantra tersebut. Terjadilah pertempuran sengit dalam memperebutkan mantra Sakti Mandraguna tersebut yang melibatkan dua orang murid Bhagawan Sukra dan Dewi Yani. Di penghujung cerita, terdapat pesan agar menghindari minuman keras yang dapat membuat seseorang mabuk sehingga bisa lepas kontrol.

Perkenalan Wayan dengan dunia Pewayangan diawali sebagai pengrawit, namun menjadi pengrawit saja ternyata belum mampu memuaskan hasrat anak yang memang tergila-gila pada kesenian Wayang Bali ini. Tak ayal, dirinya pun memberanikan diri menjajal posisi Dalang. Mulanya ia memang hanya coba-coba saja, tidak jarang ia melakukan kesalahan kala menjalani posisi barunya sebagai Dalang Bali. Namun kesalahan yang ia buat pada percobaan awalnya itu tidak menyurutkan tekad bocah yang mengidolakan Tualen sebagai tokoh favoritnya, meski ia mengaku sempat merasa frustasi kala sering melakukan kesalahan di masa-masa awalnya mendalang, terutama dalam kemampuan titi laras yakni kemampuan untuk menyesuaikan vokal dengan nada gamelan.

Peran Pemerintah Provinsi Denpasar, Bali sendiri dalam mendukung apresiasi seni Wayang Kulit Bali menurut I Gede Anom sudah cukup memberikan support. Akan tetapi ia menekankan kerjasama yang baik antara PEPADI Provinsi Bali dengan PEPADI daerah-daerah lain di Bali demi memaksimalkan kesenian lokal tersebut agar bisa tetap eksis. Apalagi Bali terkenal dengan potensi wisatanya yang melimpah dimana Pulau Dewata tersebut selalu menjadi rekomendasi tujuan wisata turis domestik mapun luar yang hendak melancong ke Indonesia. Wayang Kulit Bali sendiri menjadi salah satu kesenian yang dianggap memiliki eksotisme yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Bakat potensial seperti Wira sendiri takkan mungkin bisa berkembang maksimal tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, utamanya mereka yang memiliki posisi penting dalam pengembangan seni dan kebudayaan.

Masa depan kebudayaan lokal yang saat ini berada dalam posisi sulit di tengah geliat perkembangan jaman yang diwarnai oleh berbagai budaya luar yang masuk sesungguhnya sangat bergantung pada perkembangan Dalang Bocah seperti Wira. Ditanya mengenai tentang perkembangan Wayang saat ini, ia mengaku prihatin dengan minimnya minat anak-anak generasinya terhadap Wayang. “Perkembangan Wayang sekarang sedikit berkurang karena anak-anak sekarang kan jarang-jarang lah yang suka Wayang, mereka lebih milih main game daripada liiat Wayang,” ujar anak yang mengaku ingin menjadi Pegawai Negeri sembari mendalang ini.

thin

Share Button

Leave a Comment