Gading Panjalu Wijanarko: Menyukai Perang Raksasa Yang Seru

Membandingkan penampilannya di panggung pada hari ketiga Festival Dalang Bocah 2009, yang mementaskan kisah lahirnya jabang Tetuka (Gatotkaca Lair), dengan pembawaannya di luar panggung, memang sedikit mengejutkan. Tak menyangka bahwa bocah alus dan pemalu ini, Gading Panjalu Wijanarko, sempat memainkan tokoh-tokoh raksasa yang ukurannya bahkan setinggi tubuhnya sendiri. Meski Gatotkaca adalah figur wayang favoritnya, tapi adegan perang yang melibatkan raksasa besar adalah adegan yang sangat digemarinya. Dalam sabet yang mantab serta gerakan yang atraktif, perang raksasa menjadi salah satu kekuatan dalam penampilan bocah kelas 5 SD Bener III Sragen ini, di samping kemampuannya ‘menyihir’ suara lugunya menjadi berat dan berisi. “Lebih suka perang yang seru seperti perangnya Mas Aji, dari pada perangnya Ki Manteb”, katanya sambil tersenyum simpul, dan matanya menerawang membayangkan dua pementas wayang yang disebutnya. Rupanya, Gading telah memilih ‘gaya perangnya’ di pakeliran.

“Belajar suluk itu paling sulit” ujar putra dari Puthut Wijanarko dan Gita Febria ini membagi pengalaman belajar mendalangnya. Meliukkan suara mengikuti alunan dengung gender diakuinya menjadi bagian paling menantang. Untungnya, sang Bapak yang berprofesi seorang dalang dan ibu seorang penari telah lebih dulu akrab dengan dunia karawitan. Kedua orang tuanyalah yang memberi Gading dukungan yang luar biasa dalam melatih kemampuan mendalangnya. Dukungan ini termasuk ketika kondisi emosi Gading menjadi sedikit labil jika dia menghadapi sebuah pementasan dengan persiapan yang cukup padat. Gita hadir sebagi ibu yang amat sabar ketika anak bungsunya ini menjadi sedikit pemarah ketika dalam kondisi agak tertekan.

Talenta mendalang telah ditunjukkan Gading sejak dia masih di taman kanak-kanak. Minat yang besar pada wayang juga dimilikinya semenjak dini. Ketika kakek dan Bapaknya mendalang, Gading selalu enggan untuk melewatkannya. Menjadi dalang adalah yang saat ini terbersit dalam gambaran cita-citanya.

Setelah kurang lebih empat tahun masa awal latihannya, akhirnya Gading memperoleh kesempatannya sendiri menyusul sang Bapak, untuk tampil sebagai seorang dalang, duduk melantunkan suluk, menghadap kelir dengan tubuh tegak, dan ujung kaki mencium kepyak. Temu Dalang Cilik 2009 di Taman Budaya Jawa Tengah adalah salah satu ajang tempatnya mementaskan wayang di hadapan khalayak. Disusul penampilannya di Jakarta, Desember 2009 ini , sebagai salah satu wakil Jawa Tengah dalam Festival Dalang Bocah tingkat nasional. (Grey)

Share Button

Leave a Comment