Brian Brahmantyo Baskoro, Anak Kepala LP yang Jatuh Hati Kepada Wayang

Lahir di Jakarta, 6 September 1996 hasil dari buah perkawinan pasangan Yohanes Waskito dan Retno Puspandari ini masih duduk di bangku kelas 8 SMPN 96 Pondok Labu, Jakarta Selatan. Bekal mendalang ia dapat dari Sanggar Saeko Budoyo dan Sanggar Nirmalasari Jakarta, tempatnya berlatih sehari-hari. Walau masih muda, bocah ini sudah memiliki pengalaman mendalang cukup banyak, antara lain di beberapa sanggar di Jakarta Selatan dan Gedung Arkeologi Jakarta Selatan, serta pada pemilihan Ketua Pepadi Jakarta selatan.  Suatu hal yang luar biasa mengingat ia tidak dilahirkan dari lingkungan keluarga Pedalang, bahkan tak satupun yang memiliki darah seni di keluarganya. Ayahnya hanyalah Kepala Lembaga Pemasyarakatan di Manado yang selalu menyempatkan diri pulang ke Jakarta bila Brian mendalang.

Anak ini menyenangi Wayang karena dianggapnya menarik walau cukup kompleks karena beberapa unsur seni ada di dalamnya. Adalah siaran pertunjukkan Wayang yang membuat bocah bernama lengkap Brian Brahmantyo Baskoro ini mulai menyenangi Wayang. Sang Kakek lah yang pertamakali menganjurkan Brian untuk mengikuti pertunjukkan Wayang di salah satu stasiun televisi nasional kala itu. Anjuran Kakeknya yang sudah lebih dulu menyukai Wayang itu ternyata tidak sia-sia, rasa ingin tahu Brian terhadap Wayang terus tumbuh hingga kini. Untuk mengasah bakat Dalangnya, Brian merasa perlu banyak bertanya terutama kepada orang-orang yang mumpuni di bidang Pedalangan disamping banyak membaca buku. Ia juga aktif menggunakan media jejaring sosial Facebook untuk belajar tentang Wayang. “Di FB banyak ilmu yang berkaitan dengan Wayang,” ujarnya menjelaskan pentingnya media jejaring sosial untuk menguak rasa ingintahunya terhadap Wayang.

Meski belum mempunyai perangkat musik Gamelan, pengagum Dalang Kondang Ki Manteb Sudarsono yang menurutnya mempunyai kemampuan komunikasi sangat baik dengan penonton ini, sudah mengkoleksi Wayang sebanyak 150 buah. Hidup di tengah situasi metropolis Jakarta ternyata tidak menjadikannya merasa minder dengan hobi mendalangnya. Menurutnya, kesenian Wayang sangat mungkin untuk disosialisasikan kepada generasi-generasi sebayanya. “Saya masih yakin anak-anak di Jakarta suka wayang asalkan wayangnya inovatif,” ujarnya mengungkapkan pendapat tentang kecenderungan anak-anak sekarang yang sudah tidak lagi peduli terhadap Wayang.

Pementasan Brian secara keseluruhan tergolong lumayan bagus untuk ukuran anak yang dibesarkan pada lingkungan kota metropolitan. Padahal Dalang Bocah lainnya yang tinggal di Jakarta kerap menemui kesulitan yang pada umumnya terletak pada faktor bahasa. Penampilan Brian pada ajang Festival Dalang Bocah III ini menyajikan Lakon Dewa Amral, dengan naskah garapan Ki Asman Budi Prayitno. Brian memiliki keunggulan dalam memainkan teknik sabet (gerak solah Wayang), ia memang tergolong salah seorang Dalang Bocah yang terampil memainkan Wayang. Tak sia-sia jika Brian mengagumi Ki Manteb Sudarsono Dalang Setan yang sangat dikenal dengan teknik sabetnya. Meski demikian, ia juga memiliki penguasaan laras yang lumayan mumpuni didampingi iringan grup karawitan sanggar Nirmala Sari. Meski sedikit sentuhan garapan Brian tampil memukau penonton. Brian mengaku menghabiskan waktu sekitar satu bulan untuk menghadapi ajang ini. Selain menjadi Dalang, anak yang menyukai ikan hias ini menyimpan ambisi untuk menjadi seorang Wirausahawan. Ia ingin berwirausaha di bidang perikanan yang sesuai dengan kesenangannya sembari terus mendalang.

(Bas)

Share Button

Leave a Comment