- Hari Kelima - Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEEMPAT Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KETIGA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI KEDUA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda VIRTUAL Tingkat Nasional 2020
- HARI PERTAMA Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Virtual Tingkat Nasional 2020
Aldi Ingin Jadi Pilot, Dalang Hanya untuk Hobi Saja
Aldi Priyambodo langsung melangkah menuju panggung saat panitia memanggil namanya. Mendapat giliran untuk tampil dalam Festival Dalang Bocah III, bocah kelahiran Dukuh Mantri Jeron, Yogyakarta, 20 Juni, 13 tahun silam ini membawakan Lakon Senggono Duta yang dikenal juga dengan sebutan Anoman Duta atau Anoman Obong. Lakon tersebut termasuk seri Ramayana yang cukup terkenal dan sering dipentaskan pada pertunjukan Wayang. Aldi mengawali penampilannya dengan adegan Argasoka di Negeri Alengka. Dewi Sinta diceritakan sedang santai berada di hutan Dandaka duduk termenung seorang diri. Kedatangan seorang Kakek tiba-tiba mengejutkannya. Pria uzur yang kelaparan itu meminta seteguk air dan sesuap nasi padanya. Dengan penuh kasihan Sinta pun memberinya makan dan minum. Namun alangkah terkejutnya Sinta setelah memberikan makanan mendadak tangannya ditarik keluar lingkaran Rajah pelindung. Saat itu pula si Kakek berubah menampakkan wujud aslinya menjadi Rahwana, Raja Raksasa Alengka yang kemudian membawanya terbang ke Alengka.
Sri Rama pun merasa sangat kehilangan setelah mengetahui kejadian tersebut, ia kemudian memanggil sahabatnya, Sugriwa si Raja Kera, untuk meminta pertimbangan siapa yang pantas menjadi duta ke Alengka memastikan keberadaan Sinta. Mandat menjalankan tugas mulia pun akhirnya jatuh pada Anoman. Hal ini ternyata menundang rasa iri Anggada yang merasa lebih mampu dari Anoman untuk menjalankan mandat. Alhasil, perkelahian antara Anggada melawan Anoman pun tak dapat dihindarkan. Sugriwa akhirnya datang melerai yang sedang berperang dengan pesan-pesan perdamaian sebagai sesama anak bangsa. Akhirnya, Anoman pun segera terbang menuju Alengka guna menuntaskan mandat dari Sri Rama.
Begitu menginjakkan kaki di Alengka, Anoman dihadang serombongan prajurit Prajineman Alengka, para raksasa dengan berbagai bentuk dan kesaktian. Anoman meladeni mereka sekaligus dan mampu membuktikan kesaktiannya dengan mengalahkan mereka. Setelah itu, tibalah Anoman di Taman Soka, di sana ia melihat Dewi Sinta sedang bersedih. Anoman pun segera menghadap dan menghaturkan cincin Sri Rama sebagai tanda cinta Sri Rama kepada Sinta yang balik memberikan kancing gelung pada Anoman. Kedatangan Anoman ternyata diketahui Indrajit, Putra Mahkota Alengka. Anoman pun ditangkap dan dibawa menghadap prabu Rahwana. Rahwana sangat marah ada mata-mata musuh yang masuk ke Negaranya. Ia pun memerintahkan Indrajit untuk membakar Anoman hidup-hidup di alun-alun.
Secara penguasaan teknik Aldi cukup menguasai keprakan, dodogan, sulukan sabet, dialog, dan hampir semua teknik-teknik mendalang lainnya dikuasai dengan baik. Dalam penampilannya, Aldi hanya ditemani penggendang, penggender, pendemung dan satu orang pelatih. Sementara pengrawit yang lain menggunakan pengrawit yang disediakan panitia. Dalam menghadapi FDB III ini, Aldi hanya latihan dua kali, sementara Lakonnya sendiri ditentukan oleh PEPADI Kota Yogyakarta. Ketika ditanya mengapa senang mementaskan Lakon ini, Aldi menjawab, “Anoman berwatak ksatria dan suci.” Kepolosan Anoman mungkin menggambarkan kepolosan yang terdapat dalam dirinya sehingga Lakon ini sangat disukainya. Aldi mulai serius mendalang saat menginjak kelas 4 SD, tetapi kesenangannya terhadap Wayang muncul semenjak Aldi masih berumur tiga tahun. Cah Jogja ini mempunyai bakat luar biasa dalam memainkan Wayang meski tidak memiliki keturunan Dalang. Mula perkenalannya dengan Wayang karena sering diajak menonton pertunjukkan ketika ada Pagelaran Wayang di alun-alun Yogyakarta. Sanggar Wira Budaya Jomegatan, Yogyakarta merupakan tempat dimana Aldi berlatih di bawah bimbingan Pardjoyo, pelatihnya. Ia juga mengaku sering pentas mucuki bila ada pagelaran Wayang di daerahnya.
Aldi sebenarnya bercita-cita ingin menjadi Pilot bukan mendalang seperti sekarang. Menurutnya Dalang hanyalah penyaluran hobi saja, untuk menyeimbangankan antara otak kiri dengan otak kanan agar keduanya sama-sama diberdayakan. “Jadi Pilot atau Angkatan Udara yang bisa Ndalang kan lebih keren,” celotehnya. Bocah pemegang rangking lima besar di sekolahnya ini lebih mengutamakan banyak belajar ilmu pengetahuan dari pada mendalang. Teman-teman di sekolahnya sendiri mendukung prestasinya sebagai Dalang. Selain mendalang Aldi juga mengukir prestasi di beberapa bidang, Aldi mahir berpidato, tari, juga mocopat. Sedangkan olahraga, ia hanya suka sebagai penonton saja. Saat ditanya perihal masa depan Wayang, ia menjawab optimis jika penggemar Wayang masih banyak. Ia juga berpendapat kalau Wayang akan lebih maju dan lebih luas lagi jangkauannya. “Bisa jadi orang luar yang getol belajar Wayang kita, beberapa tahun lagi justru kita yang belajar Wayang ke luar negeri,” katanya. Mengenai perkembangan Wayang yang marak dengan adanya gaya pertunjukan kekinian dan munculnya Wayang-wayang baru Aldi mengaku menyukai semua gaya pertunjukan, namun lebih condong pada gaya klasik. “Di Yogya juga sudah jarang Wayang gaya Yogyakarta yang utuh,” katanya. “Saya penggemar Pak Timbul dan bercita-cita ingin meneruskan perjuangannya dalam mempertahankan gaya pekeliran klasik Yogyakarta.”
Kepada pepadi.com, Yuwono meminta agar undangan FDB ditujukan ke PEPADI Provinsi saja, dengan tembusan kepada Kabupaten/Kota, supaya daerah bisa berkoordinasi memikirkan bersama penyelengaraan seleksi Festival di tingkat Daerah. Pemprov Yogyakarta sendiri merupakan salah satu pihak yang mendukung penuh penyelengaraan FDB. Seleksi di tingkat Provinsi DIY diikuti oleh delapan dari duapuluh orang Dalang hasil seleksi di tingkat Kabupaten/Kota. Dari delapan peserta itu kemudian diambil dua orang yang akan dikirimkan ke tingkat Nasional melalui proses seleksi yang transparan. Naskah untuk Festival ini disusun oleh Yuwono. Lakon yang dipilih adalah Lakon yang mengandung unsur ‘sih’, ‘greget’ dan mempunyai pesan moral. Sanggit yang dimainkan dalam Lakon ini –Anggada dan Anoman tidak dimarahi oleh Sugriwa seperti sanggit biasanya tetapi sebagai orangtua- menurut Yuwono harus bisa ngemong satu dan lainnya. Sedangkan menurut Aldi pesan moral dalam Lakon Senggono Duta ini adalah, “Jadi orang jangan mudah menyerah, Anggada sama Anoman satu bangsa sehingga diharapkan selalu guyub, rukun,” Ki Dalang memaparkan.
(Bas)